Pencatatan peristiwa penting merupakan tugas pokok bidang pencatatan sipil. Peristiwa penting yang dimaksud disini adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama, perubahan status kewarganegaraan dan kematian. Peristiwa yang sering terabaikan oleh seseorang atau anggota keluarganya adalah kematian.
Mengapa orang meninggal perlu diurus akta kematiannya? Akta kematian merupakan bukti sah mengenai status kematian seseorang yang diperlukan sebagai dasar pembagian hak waris, penetapan status janda atau duda pasangan yang ditinggalkan, pengurusan asuransi, pensiun, perbankan. Pada saat ini penduduk yang melaporkan peristiwa kematian masih sangat rendah sehingga perlu upaya yang lebih sistematis dan terfokus agar data kependudukan bisa ditingkatkan akurasinya. Melalui Surat Edaran Dirjen Dukcapil No. 472.12/2701/Dukcapil perihal Peningkatan Pencatatan Peristiwa Kematian, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil menghimbau agar Bupati/Walikota segera melakukan langkah-langkah antara lain: memerintahkan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil aktif melakukan jemput bola untuk mencatatkan kematian berdasarkan pelaporan yang disampaikan oleh keluarga atau yang mewakili (Rukun Tetangga atau Rukun Warga), memerintahkan kepada Dinas atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mempunyai tugas pemakaman agar membuat Buku Pokok Pemakaman yang diberikan ke seluruh tempat pemakaman di wilayahnya masing-masing.
Buku Pemakaman ini berfungsi untuk mencatat semua peristiwa kematian yang dimakamkan di tempat tersebut oleh Petugas Pemakaman. Catatan kematian ini akan digunakan sebagai data yang dientry ke dalam Sistem Data Base Kependudukan, selanjutnya dapat diterbitkan akta kematiannya dan perubahan kartu keluarga. Dengan pencatatan peristiwa kematian ini disamping akan berkontribusi pada peningkatan cakupan akta kematian juga peningkatan akurasi data. Kementerian Dalam Negeri tidak dapat menghapus data penduduk yang sudah meninggal tanpa ada pelaporan dan akta kematian. Dalam Pasal 44 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengamanatkan setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian. Dari ketentuan tersebut, peran Ketua Rukun Tetangga (Ketua RT) sangat diperlukan dalam pencatatan dan pelaporan peristiwa penting.
_______________________________________
Penulis: Sri Sumiyati, SH. MH (Kepala Bidang Data dan Informasi Dinas Dukcapil Kab. Gunungkidul).